Jumat, 20 November 2009

Mudik

Bulan puasa merupakan bulan yang sangat di tunggu-tunggu oleh khalayak ramai karena setiap orang pasti akan melakukan kegiatan mudik Lebaran. Bagi sebagian orang Indonesia, masa mudik Lebaran menjadi seni tersendiri yang mesti dilakoni tiap tahun. Betul, seni menghadapi sejumlah kendala angkutan Lebaran yang seragam tiap tahunnya, mulai dari susahnya mencari tiket perjalanan, harga tiket yang melambung, repotnya menghadapi calo, kepadatan penumpang, kemacetan, armada yang jumlahnya minim, keandalan armada yang sering bermasalah, keterlambatan. Berbagai macam persiapan telah di lakukan untuk menyambut pesta mudik bersama-sama. Mudik di lakukan pada hari-hari menjelang Lebaran tepatnya seminggu sebelum Lebaran. Tidak heran bila seminggu sebelum Lebaran kita sering melihat banyak pengendara roda empat dan roda dua melakukan perjalannan jauh dengan membawa berbagai barang bawaannya melebihi kapasitas yang seharusnya. Bisa dibilang, pemudik tidak diberi pilihan, mereka harus tetap mudik, soal nyaman, urusan belakangan. Banyak pemudik sudah hafal, kapan mereka musti beli tiket, calo seperti apa yang dipilih, jam berapa musti ke terminal menunggu bus bantuan, kapan di titik mana harus mengeluarkan uang "salam tempel" ke kondektur. Juga di lokasi mana harus banting setir mengambil jalur alternatif, hingga di mana musti merenggangkan otot untuk bersiap-siap menghadapi kemacetan panjang di lokasi-lokasi yang dikenal rawan macet.

Banyak para pemudik melakukan perjalannan dengan keluarga dekatnya atau pun dengan teman-temannya secara bersama-sama. Bertahun-tahun rakyat sulit mendapatkan angkutan Lebaran yang nyaman. Jangankan nyaman, keselamatan angkutan Lebaran pun diragukan, karena seringkali terjadi kecelakaan yang merengut korban jiwa akibat tidak andalnya SDM, sarana dan prasarana. Pemerintah dan operator angkutan terbukti tidak mampu memenuhi hak dasar konsumen dalam menikmati angkutan yang nyaman dan aman. Hak-hak dasar konsumen sudah dilanggar. Bahkan kecelakaan dengan korban jiwa tetap tinggi, seharusnya masyarakat bisa menggugat pemerintah dan operator karena melanggar hak-hak konsumen yang dilindungi undang-undang.

Kegiatan mudik Lebaran sangat di minati oleh para pemudik. Kebanyakkan pemudik akan mudik ke tempat-tempat asalnya atau ke kampung halamannya, seperti Solo, Madiun, Yogyakarta, Purwokerto, Sukabumi, Semarang, dll. Pemudik tidak hanya dari kalangan pegawai saja tetapi dari kalangan mahasiswa yang akan mudik ke kampung asalnya. Mereka yang menuntut ilmu di Universitas yang ada di Pulau Jawa juga melakukan kegiatan yang sama, begitu pun sebaliknya. Tetapi ada beberapa perusahaan beberapa tahun belakangan ini menggelar mudik gratis. Mudik gratis itu terutama, ada yang dikhususkan bagi karyawannya atau bagi penjual produk perusahaan tersebut seperti digelar Indofood untuk penjual mie rebus menggunakan Indomie dan penjual jamu yang difasilitasi PT Sidomuncul. Hal sama tiga tahun belakangan ini dilakukan oleh operator seluler PT Telkomsel. Tentang mudik gratis yang disiapkan sejumlah perusahaan ternyata belum dapat melayani para pemudik secara keseluruhan karena mudik gratis tersebut juga memiliki syarat-syarat dan aturan-aturan yang berlaku. Tetapi ada juga yang tidak mudik, mereka menghabiskan hari liburnya untuk sekedar berkumpul saja dengan keluarga yang ada di rumah. Mungkin dengan berkumpul bersama di rumah kebersamaan yang tidak pernah terjadi akan terjadi dan menjadi hal yang menyenangkan. Mereka yang tidak mudik merencanakan liburan Lebaran untuk bermain dan pergi-pergi ke tempat sanak saudara atau pun pergi ke tempat wisata-wisata. Tempat wisata pun ramai oleh pengunjung yang tidak mudik. Banyak tempat-tempat wisata yang dipenuhi pengunjung untuk mengisi hari libur Lebaran. Masyarakat memanfaatkan moment tersebut untuk saling mempererat hubungan silaturahmi kepada keluarga. Sehingga kebersamaan yang jarang mereka dapatkan dan jarang sekali untuk berkumpul dengan keluarga pada hari libur lebaran tersebut tidak akan mereka sia-siakan.

Beberapa hari menjelang lebaran, jalanan ibu kota terlihat lengah. Tidak begitu ramai dan padat seperti hari-hari biasa. Kendaraan hanya beberapa yang melintas sehingga tidak terjadi kemacetan yang begitu mengganggu kenyamanan. Aktifitas-aktifitas rutin yang biasa di kerjakan, kini seakan-akan tidak ada yang beroperasi sedikit pun. Dikarenakan banyak para pegawai yang mudik atau pun yang berwisata bersama keluarga. Suasana kota benar-benar tidak seperti biasanya. Namun setelah arus mudik berlalu, puncak arus balik terjadi di berbagai pelosok daerah yang melalui jalur darat, laut, atau pun udara. Arus balik tersebut juga menyebabkan kemacetan yang sama seperti pada saat arus mudik. Kemacetan terjadi di jalur Pantai Utara (Pantura) di Jawa. Banyak sekali para pemudik yang balik kembali membawa sanak saudara yang ada di kampung halamannya ke Jakarta, seperti dari Solo, Yogyakarta, Purwokerto, Sukabumi, Semarang dan ada juga yang dari luar Pulau Jawa untuk sekedar wisata tetapi ada juga yang untuk mencoba merubah nasib di ibu kota ini. Banyak wajah-wajah baru bermunculan di Jakarta, sehingga dari tahun ke tahun selalu ada yang penduduk baru yang mencoba mengambil keuntungan untuk merubah nasibnya di kota Jakarta. Mereka yang mencoba keuntungan tersebut tidak takut akan hal-hal yang terjadi pada diri mereka. Banyak dari merekan yang hanya mengandalkan keberuntungan saja. Padahal di Kota Jakarta ini, untuk mencari kerja sangat di butuhkan keahlian yang berbeda dengan yang lain sehingga ada peluang untuk bertahan hidup.

0 komentar:

Posting Komentar