Jumat, 13 November 2009

Sinopsis cerpen "Penari Hujan"

Dalam cerpen ini menceritakan seorang lelaki yang menyukai hujan. Dia jatuh cinta pada seorang perempuan yang juga menyukai hujan. Di sini diceritakan bahwa perampuan ini adalah seorang bidadari yang turun ketika hujan turun. Suatu hari lelaki itu datang dengan mata yang tidak memiliki Siwa. Siwa adalah tarian semesta yang biasa di lakukan oleh lelaki itu ketika hujan turun. Lelaki itu selalu menari dengan perempuan hujannya itu. Mereka sudah saling mengenal beribu-ribu bahkan beratus-ratus tahun yang lalu. Mereka sangat menyukai hujan. Lelaki yang sangat menyukai hujan itu selalu melebarkan tangannya setiap kali turun hujan dan memulai tarian hujan itu dengan sangat bahagia. Tapi suatu waktu, lelaki itu bertanya kepada perempuan hujannnya. Apakah dia mencintainya? Perempuan hujan itu selalu menjawab bahwa dia benar-benar mencintainya. Tetapi perempuan hujan itu ingin sekali mengejar pelangi. Negeri Pelangi yang membuat suasana hatinya begitu senang, begitu banyak warna yang akan menghiasi hatinya. Lelaki itu sangat sedih mendengarnya karena dia sangat takut akan hantu. Hantu yang dia sebut adalah sunyi. Sunyi yang akan menyelimuti dirinya ketika dia tidak akan bertemu dan di temani untuk menari tarian hujan oleh perempuan hujan. Lelaki itu sangat berharap sekali untuk menahan perempuan hujan itu agar tidak meninggalkannya di dalam kesunyian. Sampai pada suatu hari, perempuan hujan itu pergi meninggalkannya didalam kesendiriannya. Lelaki itu pun tidak akan menari tarian hujan ketika hujan turun, padahal di dalam lubuk hatinya yang terdalam lelaki itu sangat mengharapkan perempuan hujan itu datang untuk menemaninya menari tarian hujan bersama-sama. Lelaki hujan itu terus menunggu. Hingga pada akhirnya dia tahu bahwa perempuan hujannya pergi meninggalkannya. Saat itu juga dia berhenti menari dan membenci hujan. Setiap hujan selalu memaki langit yang memberi warna abu-abu yang pernah sangat dia sukai. Air hujan menbuat kaki dan tangannya membeku. Waktu memang menyimpan misterinya sendiri. Waktu seperti pendahulu, yang selalu kembali ke tempat di mana kita mengayunkannya. Mereka pun akan selalu bertemu di tempat dimana lelaki dan perempuan hujan itu bertemu.

Perempun hujannya memberikan secarik surat yang berisi bahwa perempuan hujan itu tidak berada di Negeri Pelangi tetapi dia telah berada di Negeri Cahaya yang sangat memikatnya. Negeri di mana waktu seolah berhenti berdetak. Perempuan hujan itu memberikan semangat kepada lelaki itu untuk terus menari tarian hujan karena tarian itu ada karena mereka sama-sama menyukai hujan dan menari bersama. Tarian hujan ada dalam hatinya begitu juga cintanya kepada lelaki hujan itu. Dia akan selalu ada di dalam hatinya. Surat itu diterimanya sehari setelah kelahiran anak pertamanya. Bayi perempuan yang cantik. Perempuan itu lahir di sebuah hujan yang aneh di akhir bulan Juli. Hujan yang tanpa henti seperti pukulan-pukulan bunyi irama dari tarian hujan. Lelaki itu pun tersentak untuk mulai menggerakkan tangan dan kakinya seperti tanpa tuan terus bergerak. Tanpa peduli teriakkan istri dan tangisan bayinya, lelaki itu berlari keluar. Ditengadahkannya kedua tangannya ke langit abu-abu dengan semburat putih. Air hujan yang sangat deras mengguyur bumi, bau tanah yang menusuk hidung ketika air hujan itu menyentuhnya. Bumi pun bersorak ketika kaki lelaki itu menjejakkan kembali di atas tubuhnya dan meliukkan kembali tarian-tarian semestanya. Setelah lelaki hujan itu menyadari betapa sangat menyukainya dia dengan hujan dan perempuan hujan itu, dia pun kembali menyukai hujan dan membalas surat dari perempuan hujannya. Bahwa dia akan terus menyukai hujan dan akan tetap menari tarian hujan. Karena tarian hujan akan selalu ada dalam hatinya, begitu juga cintanya kepada perempuan hujan akan selalu ada di dalam hatinya. Itulah janji lelaki hujan kepada perempuan hujan yang sangat dia cintai.

Catatan dalam cerpen “Penari Hujan” :

Sengau : bau

Terkatup : tertutup

Berkejap-kejap : berkedip-kedip

Adi busana : baru

Puzzel : kepingan

Dear : untuk

0 komentar:

Posting Komentar